Kamis, 09 Juli 2009

Bijaksana, Memaafkan, Ramah, dan Dengki

Sikap Bijaksana, Memaafkan, Ramah, dan Dengki.

Keistimewaan Bersikap Bijak (al-Hilm)

Sikap bijak yang alami menjadi tanda kesempurnaan akal dan kemampuan seseorang untuk mengatasi gejolak amarah dibawah kendali akalnya. Sikap bijak alami ini dapat dimiliki manusia dengan menempuh langkah awal berupa pembiasaan diri menjadi bijak sehingga lambat-laun akhirnya menjadi benar-benar bijak.
Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya ilmu diperoleh dengan belajar, sikap bijak diraih dengan pembiasaan diri. Barang siapa yang melatih diri berbuat baik, maka akan diberi, dan barang siapa yang menjauhi kejahatan, maka akan terhindar. [HR.al-haitsami,Majma’az-zawa’id(1/128); al-hindi, kanz al-‘ummal(7/293); Ibn Hajar, Fath al-Badri(1/161); al-Albani, ash-shahihah(242)].
Rasulullah juga bersabda, ”Tuntutlah ilmu dan tuntutlah ketenangan bersama dengan ilmu. Berlemah-lembutlah kepada murid dan guru. Janganlah sekali-kali kalian menjadi ulama sombong sehingga kebodohanmu mengalahkan keilmuanmu [HR.al-Ibn’Adiy,al-Kamil(4/1643); al-Iraqi, al-Mugni’an Haml al-Asfar(3/172)].
Dalam salah satu doanya Rasulullah berkata: “Ya Allah, perkayalah diriku dengan ilmu, hiasilah diriku dengan sikap bijak, muliakanlah diriku dengan takwa, dan perindahlah diriku dengan kesehatan [HR. al – Hindi, Kanz al-‘ummal(3663); as-suyuthi, Jam’u al-jawami’ (9745); Ibnu asy-Syajari, al-Amali (1/48)].
Rasulullah bersabda, “Carilah ketinggian derajat di sisi Allah . “ Para sahabatnya bertanya,” Dengan apa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab,” Dengan menyambung tali silaturahmi orang yang telah memutuskan hubungan denganmu, memberi kepada orang yang telah membencimu dan bersikap bijak kepada orang yang tidak mengenalmu [HR. al-Hindi, Kanz al-‘Ummal(21311); Ibn ‘Adiy, al- kKamil(7/2557); al-Iraqi, al-Mugni ‘an Haml al-Asfar(3/172)].
Allah berfirman, “Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik”(QS. al-Furqaan25:63) Menurut al-Hasan maksudnya adalah orang-orang bijak itu jika tidak dikenali, mereka tidak bersikap masa bodoh [HR. Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf (7/189); Tafsir al-Qurtubi(13/69); as-Suyuthi, ad-Durr al-Mantsur(6/273)].
Jika orang-orang mencerca dan mengumpatmu , maka bersikap bijaklah kamu karena sikap ini dapat mengantarkanmu kepada keselamatan di dunia dan akhirat. Bentuk keselamatan di dunia berupa, Allah senantiasa menambah karunia–Nya. Sedangkan keselamatan akhirat berupa kita mendapat pahala berlipat ganda. Rasulullah bersabda, ”Jika seseorang mencelamu dengan sesuatu yang diketahuinya tentang dirimu, maka janganlah engkau mencelanya dengan yang ada pada dirinya [HR. Ahmad, al- Musnad (5/63); Ibnu Hibban (2/279); al-Baihaqi, as-Sunan(10/236), al –Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib(3/312)].

Keistimewaan Memaafkan

Memaafkan dapat diilustrasikan seperti kita menggugurkan sesuatu yang menjadi hak kita. Misalnya membebaskan seseorang dari hukuman qishash, membayar harta atau pun denda. Allah berfirman, ”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. al-A’raf[7]: 199) Dan, ”Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. al-Baqarah [2]:237)
Rasulullah bersabda, ”demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, ada tiga hal yang aku kuatkan dengan sumpahku, yaitu: bahwa sedekah tidak mengurangi harta sedikit pun, maka bersedekahlah. Seseorang yang memaafkan kedzaliman yang menimpanya hanya karena Allah , pasti akan Allah tambahkan kemulian untuknya pada hari kiamat. Dan seseorang yang tidak mau membuka dirinya untuk menjadi obyek permintaan orang lain , maka Allah pasti akan membuka pintu kemiskinan baginya [HR. Muslim, ash-Shahih (2588/69); at-Tirmidzi, as-Sunan (2325); Ahmad (1/193), al-Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib (1/582); al-Haitsami(3/105); al-Hindi, Kanz al-Kanz al-‘ummam(16983); as-suyuthi, ad-Durr al-Mantsur(1/360)].
Rasulullah bersabda ,”sikap tawadhu’ bisa meninggikan derajat seorang hamba, maka bertawadhu’lah, pasti Allah akan meninggikan derajatmu. Memberi maaf dapat menjadikan seorang hamba bertambah mulia, maka senantiasalah memberi maaf niscaya Allah akan menambah kemulianmu. Sedekah dapat membuat harta semakin berlimpah, maka bersedekahlah niscaya Allah akan mengasihimu [HR. al-Hindi, Kanz al-‘ummam(5719);al-‘Ajluni, Kasyf al-Khafa(1/384)].
Rasulullah bersabda, ”Barang siapa yang mendoakan orang yang mendzaliminya, maka ia telah menang. [HR. at-Tirmidzi, as-sunnan (3552); al-‘Ajuni, Kasyf al-Khafa(2/343)].

Keistimewaan Sikap Ramah

Sikap ramah sangat terpuji dan merupakan buah dari akhlak mulia. Lawan dari sikap ramah adalah sikap kasar dan suka marah. Rasulullah bersabda, ”Barang siapa yang bersikap ramah, maka ia akan diberikan kebaikan dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang mengharamkan sikap ramah pada dirinya, maka ia akan diharamkan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. [HR.Ahmad,al-Musnad(6/159); al-Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib(3/336); al-Haitsami, Majma az-Zawa’id(8/153); al-Albani,ash-Shahihah(519)].
Beliau bersabda, ” Jika Allah mencintai penghuni rumah, maka Ia akan memasukkan sikap ramah kepada mereka [HR.Ahmad, al-Musnad(6/71)].

Tercelanya Sikap Hasud (Dengki)

Sikap hasud adalah buah dari sikap dendam, sedangkan dendam adalah buah dari kemarahan. Rasulullah bersabda, ”sikap hasud dapat menghancurkan kebaikan seperti api membakar kayu bakar”[HR. Ibnu Majah,as-sunan (4210); al-Mundziri, at-Targhib wa at-tarhib(3/547); as-Suyuthi, ad-Durr al Mantsur(6/419)].
Hakikat orang hasud adalah orang yang tidak menyukai (membenci) nikmat Allah yang dikaruniakan kepada saudaranya sehingga ia merasa senang jika nikmat tersebut hilang darinya. Jika ia tidak membenci nikmat dari yang diperoleh saudaranya dan tidak berusaha untuk menghilangkannya, namun ia menginginkan nikmat yang serupa pada dirinya, maka itu disebut ghibthah (iri hati).
Rasulullah bersabda, ”orang mukmin bersikap ghibthah sedangkan orang munafik bersikap hasud “. [Lihat al-Qari,al-Asrar al-Marfu’ah (367); al-Ajluni, Kasyf al- Khafa (2/407); Tafsir al-Qurthubi(20/258)].
Allah berfirman, “sebagian ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari mereka sendiri, setelah nyata bagi meraka kebenaran.” (QS.al –Baqarah [2]:109) Ayat ini mengabarkan tentang kedengkian sebagian besar ahli kitab dimana meraka merasa senang dengan hilangnya nikmat iman (dari orang mukmin).
Dalam ayat lain Allah berfirman, ”dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.” (Qs an-Nisa’[4]:32) Maksudnya adalah seseorang dilarang mengharapkan berpindahnya nikmat orang lain kepada dirinya. Sedangkan jika ia berharap Allah menganugrahkan nikmat serupa kepada dirinya, maka itu bukan sikap tercela. Bahkan jika dalam hal agama sikap itu justru terpuji.
Munculnya sikap hasud dikarenakan banyak sebab, di antaranya: permusuhan, congkak, sombong, ’ujub, khawatir hilangnya sesuatu yang sangat dicintai, cinta kekuasaan, jiwa yang buruk dan kikir. Semua ini adalah sikap tercela.
Terapinya adalah dengan menyadari bahwa sikap hasud membahayakanmu didunia dan akhirat. Bentuk bahaya didunia adalah kita akan merasa sakit hati dan perasaan ini akan senantiasa menyertai kita siang maupun malam. Adapun bentuk bahaya di akhirat adalah kita akan marah karena nikmat Allah sehingga justru orang yang dihasudi mendapat pahala dan kita mendapat dosa. Jika kita menyadari hal ini, maka jangan biarkan diri kita menjadi teman bagi musuh kita sendiri, berusahalah untuk mencampakkan sifat hasud dari hati.
Diriwayatkan dari al-Hasan secara mauquuf dan marfu’ kepada Nabi, beliau bersabda, ”Ada tiga hal yang terjadi pada seorang Mukmin, dan mengandung jalan keluar, yaitu: sifat hasud, prasangka,dan cemburu. [Al-Iraqi meriwatkan dalam al-Mughni’an Haml al-Asfar(3/148,188)dengan redaksi “Ada tiga sifat yang yang terus-menerus meyerang orang Mukmin,yaitu: sifat hasud,Prasangka,dan cemburu.”Sedangkan Ibnu Taimah dalam al-fatawa (10/126) meriwayatkan dengan redaksi,”Ada tiga hal yang seorang pun tidak dapat selamt darinya yaitu:sifat hasud,prasangka, dan ramalan.”]. Adapun jalan keluar dari sikap hasud adalah dengan tidak mengharapkan.” Wallahu a’alam.

Taman Bougenville, Bekasi, 10-Juni-2009
Disadur dari; IHYA’ ‘ULUMUDDIN – Imam Ghazali
oleh, m anwar sa